Rabu, 12 Maret 2008

Peningkatan Kemampuan Berkomunikasi dan Berpikir Kritis Melalui Model Pembelajaran Inkuiri dalam Kelompok Kooperatif

Oleh:
Baskoro Adi Prayitno


Abstract: The problem which is investigated in this research is the implementation of inquiry learning model in cooperative group to improving abilty of comunication and critical thinking. The subject of this research is the students of class XII IPA at MA NW Pancor East Lombok NTB. To improving this problem the researcher using classroom action research (CAR) Design. In several cycles stimulatingly each cycle is the basic to revise the next cycle. There were 2 cycle implemented during 8 a week, its known that in the last cycle (cyle 2), the evidence has shown that there was an optimal change relate to the indicator of the success ness is 81,57 % the student get the grade over 70 (71,71) in critical thinking ability and 89,47% the student get the grade over 70 (72,76) in comunication ability. This showed that there is significant improvement from cycle to cycle. Therefore the use of inquiry learning model in cooperative group can improve the ability of comunication and critical thinking of the students.

Key Word: Comunication, Critical Thinking, Inquiry, cooperative

Diangkat dari: Hasil Penelitian PTK yang didanai P2TK&KPT Dikti Jakarta

PENDAHULUAN
Penentuan metode mengajar yang akan digunakan seharusnya selalu diawali dari situasi nyata di dalam kelas. Bila situasi di dalam kelas berubah maka metode mengajar pun juga harus berubah. Karena itulah seorang guru sebagai ”pengendali” kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus menguasai dan tahu kelebihan dan kekurangan beberapa macam teknik pembelajaran dengan baik, sehingga guru mampu memilih dan menerapkan teknik pembelajaran yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Perubahan situasi dan tujuan pembelajaran di dalam kelas memerlukan kepekaan guru, artinya seorang guru harus mampu mendiagnosis masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu guru juga dituntut mampu menganalisis dan mendeskripsikan akar penyebab dari masalah serta mampu memilih pendekatan yang paling tepat untuk digunakan memecahkan masalah tersebut.

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perbaikan kualitas pembelajaran juga harus berangkat dari permasalahan pembelajaran nyata di dalam kelas, tidak hanya ‘melulu’ berangkat dari kajian yang bersifat teoritis akademis tanpa mempertimbangkan permasalahan pembelajaran nyata di dalam kelas, karena bisa jadi permasalahan pembelajaran di dalam kelas satu dengan kelas lainnya berbeda walaupun dalam satu sekolah yang sama. Penelitian yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang tidak diawali dari permasalahan pembelajaran real yang dihadapi oleh guru dan siswa di dalam kelas, menyebabkan temuannya tidak aplicable dalam kancah nyata.

Menyadari hal itu dalam penelitian ini peneliti berusaha ‘berangkat’ dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, karena lokasi penelitian merupakan sekolah dimana peneliti utama tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, maka dipandang perlu melakukan observasi awal dengan melibatkan beberapa guru biologi pada MA NW Pancor sebagai mitra sejajar dalam penelitian ini. Observasi awal dan pelibatan guru biologi di sekolah tersebut sangat strategis dalam memberikan masukan dan informasi tentang permasalahan-permasalahan real pembelajaran Biologi yang dihadapi oleh siswa-siswa di sekolah tersebut.

Lokasi penelitian dipilih MA NW Pancor dengan pertimbangan strategis sebagai berikut; (1) sekolah ini merupakan sekolah binaan STKIP Hamzanwadi Selong, (2) sekolah ini termasuk sekolah dalam kelompok kategori sekolah dengan kualitas menengah menuju rendah dengan status diakui sehingga peneliti beranggapan banyak permasalahan-permasalahan pembelajaran biologi yang mendesak untuk segera dipecahkan di sekolah ini. Indikator makro banyaknya permasalahan pembelajaran biologi di sekolah ini ditunjang dengan data nilai rata-rata mata pelajaran biologi yang rendah yaitu sebesar 4,26.

Observasi awal pada sekolah MA NW Pancor dilakukan oleh peneliti utama pada tanggal 18 Juni 2006. Pada saat itu peneliti mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran biologi, berdasarkan hasil diskusi dalam pertemuan tersebut disepakati subjek penelitian ditetapkan pada kelas XII.IPA.B, dengan pertimbangan bahwa siswa pada kelas XII.IPA.B menurut penilaian kepala sekolah dan guru mata pelajaran biologi paling rendah nilai rata-rata hasil belajarnya pada hampir semua mata pelajaran, termasuk biologi, bila dibandingkan 2 (dua) kelas yang lainnya.

Observasi awal pada tanggal 18 Juni 2006 ini kemudian ditindaklanjuti oleh peneliti utama dengan mengikuti beberapa kali pertemuan tatap muka pada kegiatan belajar mengajar mata pelajaran biologi di kelas XII.IPA.B. Berdasarkan temuan-temuan selama kegiatan ini, peneliti utama bersama dengan dua guru mata pelajaran biologi sebagai anggota peneliti mengidentifikasi bersama permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, berusaha menemukan akar penyebab masalah, serta berdiskusi bersama untuk menemukan dan menentukan alternatif solusi pemecahan masalah yang paling tepat, efektif dan efisien untuk ‘mengobati’ permasalahan tersebut

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru biologi, serta beberapa kali mengikuti kegiatan pembelajaran pada saat kunjungan ke sekolah MA NW Pancor diperoleh informasi bahwa masih banyak konsep biologi yang masih sulit dipahami oleh siswa, siswa cenderung menghafal konsep seperti tertulis dalam buku paket mereka tanpa mereka paham maksud konsep tersebut. Salah satu contoh untuk mengilustrasikan hal ini adalah ketika guru menanyakan pada salah seorang siswa tentang apa yang dimaksud dengan simbiosis mutualisme, hampir semua siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar, ketika guru menanyakan contoh simbiosis mutualisme hampir semua siswa memberi jawaban burung Jalak dengan Kerbau seperti yang tertulis dalam buku paket mereka. Ketika guru meminta siswa memberi contoh lain selain burung Jalak dengan Kerbau semua siswa tidak ada yang bisa menjawab. Temuan lain selama kegiatan belajar mengajar adalah ketika guru meminta kelompok siswa mendiskusikan hasil kerjanya di muka kelas, kegiatan diskusi kelas tidak berjalan dengan baik, diskusi kelas hanya didominasi oleh 3-4 orang siswa, sedangkan yang lainnya cenderung berlaku multiple D (datang, duduk, dengar, diam), siswa sulit bekerja sama dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, hal ini dibuktikan dengan didominasinya kegiatan kelompok oleh 1-2 orang siswa, siswa kurang termotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Berdasarkan fakta-fakta dan data-data konkret permasalahan pembelajaran di dalam kelas dan diskusi dengan dua guru bidang studi biologi, berhasil diidentifikasi permasalahan pembelajaran biologi di kelas XII.IPA. B MA NW Pancor sebagai berikut, (1) siswa kelas XII.IPA.B cenderung menghafalkan konsep biologi seperti apa yang tertuang dalam buku paket mereka, sehingga kemampuan siswa dalam hal menganalisa, mensintesa, dan mengevaluasi (berpikir kritis) atas kumpulan-kumpulan fakta dan konsep biologi sangat rendah, hal ini dibuktikan ketika guru meminta siswa memberikan contoh simbiosis mutualisme selain yang tertera dalam buku paket mereka, semua siswa tidak bisa menjawabnya, (2) Siswa kurang terampil dalam mengkomunikasikan konsep dan fakta-fakta biologi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, hal ini dbuktikan dengan didominasinya kegiatan diskusi atau ceramah oleh 3-4 orang siswa saja, (3) siswa sulit bekerja sama dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, (4) siswa kurang termotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Keempat kelemahan siswa di atas berdasarkan diskusi antara peneliti utama dan dua orang guru biologi (anggota peneliti) diduga berasal dari akar masalah kebiasaan belajar siswa sebelumnya yaitu, (1) pada umumnya sebagian besar guru mereka pada saat duduk di bangku sekolah dasar, bahkan di sekolah menengah dalam merumuskan tujuan pembelajaran cenderung terbatas pada aspek koqnitif domain hafalan saja, sedangkan domain berpikir kritis analisis, sintesis dan evaluasi belum biasa dilatihkan pada siswa, sehingga siswa cenderung kesulitan untuk berfikir yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) sebagian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran yang harus dihafalkan sehingga banyak siswa belajar sebatas menghafalkan konsep-konsep biologi, (3) pada umumnya siswa terbiasa belajar dalam kelas klasikal, jarang sekali siswa belajar dalam kelompok, seandainya pun mereka belajar dalam kelompok biasanya hanya dalam kelompok yang homogen bukan kelompok yang ditata sedemikian rupa agar anggota kelompok benar-benar heterogen baik etnis, agama, maupun kemampuannya, hal ini akan mengakibatkan siswa kurang terbiasa bekerja dalam kelompok dan cenderung bersifat individualis, (4) strategi pembelajaran yang berpusat pada guru menyebabkan tidak “teraktifkannya” potensi dan kemampuan siswa dengan maksimal, siswa hanya sebagai pendengar, seperti ‘botol kosong yang dituangi air’. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

Temuan ini sangat ironis secara ‘legal teoritis’ padahal menurut Dahar (1988) ditegaskan bahwa perkembangan intelektual siswa kelas dua SMU/MA sudah termasuk dalam kategori operasional abstrak, pada tahap ini seharusnya siswa kelas dua SMU/MA sudah mampu menganalisis dan melakukan sintesis kompleks abstrak. Kelemahan ini kemunculannya disinyalir dari pangkal kebiasaan belajar siswa sebelumnya seperti telah diuraikan di atas. Untuk mengatasi hal ini perlu diusahakan supaya siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, melalui kegiatan pengamatan, penemuan, problem solving, percobaan, dan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan daya berpikir dan kreatifitas siswa.

Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang ‘muncul’ dari kegiatan diskusi antara peneliti utama dam guru yang dianggap paling tepat untuk mengatasi permasalahan di atas adalah model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif. Dipilihnya pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif dengan pertimbangan strategis sebagai berikut; (1) inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses, menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dengan memecahkan berbagai permasalahan (Anhern, 1999), (2) dengan pembelajaran inkuiri guru bersama-sama siswa mengenal permasalahan, mendefinisikan masalah, memecahkan masalah, dan membuat keputusan sendiri, dengan demikian diharapkan kemampuan berpikir kritis dapat dilatihkan, sehingga kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi siswa berkembang dengan baik (Haekeet, 1998), (3) proses pembelajaran melalui inkuiri dalam kelompok kooperatif melibatkan siswa dalam diskusi kelompok sehingga mereka akan lebih terampil mengkomunikasikan objek biologi, memahami konsep dasar dan ide-ide biologi dengan lebih baik, (4) pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif memungkinkan siswa belajar mencari tahu dari sesuatu yang belum diketahui, dalam upaya mencari tahu siswa lebih terbuka sehingga siswa dapat mengemukakan ide atau pendapat sesuai dengan pikiran atau inisiatifnya sendiri sehingga siswa dapat menunjukkan keanekaragaman berfikir kritis mereka (Anhern, 1999).

Selain alasan di atas pertimbangan strategis lain dipilihnya metode inkuiri dalam kelompok kooperatif didasarkan pertimbangan sebagai berikut; perkembangan ilmu biologi dan tekhnologi biologi dewasa ini maju dengan sangat pesat, dengan adanya perkembangan tersebut, maka untuk menghadapinya perlu mengembangkan kualitas pembelajaran. Dengan perkembangan tersebut sangat tidak mungkin bila dalam pembelajaran biologi, guru menyampaikan semua fakta dan konsep biologi pada semua siswanya. Oleh sebab itu guru dituntut dapat menenerapkan dan merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat membekali siswa agar terampil menemukan sendiri fakta dan konsep biologi. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membekali ketrampilan ini kepada siswanya adalah dengan cara “mengajari’ siswa menemukan dan mengkonstruksi (membangun) sendiri konsep-konsep biologi, salah satu strategi pembelajaran yang dianggap paling tepat untuk hal ini adalah dengan menggunakan inkuiri dalam kelompok kooperatif.

PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Dalam rancangan penelitian ini sejumlah 37 siswa kelas XII IPA MA NW Pancor ditetapkan sebagai subjek penelitian. Pada kelas ini dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif (model pembelajaran inkuiri dipadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD)

Instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian ini terdiri dari (1) daftar chek model pembelajaran inkuiri dalam kelompok kooperatif, (2) daftar assesment tugas kinerja ketrampilan berkomunikasi, (3) Test kemampuan berpikir kritis, 4) daftar asesment partisipasi siswa, dan (4) Format umpan balik siswa terhadap pembelajaran. Semua instrumen di atas sebelum digunakan dilakukan ujicoba kepada mahasiswa bukan responden yang mempunyai kemiripan dengan responden untuk mengetahui validitas instrumen, reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran soal, dan daya beda soal. Setelah didapatkan instrumen yang valid dan reliabel instrumen siap digunakan untuk menjaring data.
Implementasi penelitian ini dilaksanan dalam bentuk implementasi rancangan model dalam dua siklus yang terkait secara simultan. Setiap siklus merupakan dasar bagi perbaikan siklus berikutnya. Selama 8 minggu dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus dengan rincian tahapan kegiatan sebagai berikut;

Siklus I
Tahap I. Perencanaan Tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan ini adalah sebagai berikut;
  • menyatukan persepsi bersama antar anggota peneliti tentang implementasi metode inkuiri dalam kelompok kooperatif dalam pembelajaran biologi di kelas.
  • peneliti utama dan anggota peneliti (2 orang guru bidang studi biologi) secara bersama-sama menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
  • peneliti utama dan anggota peneliti secara bersama-sama membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan motode inkuiri dalam kelompok kooperatif. Penyusunan skenario pembelajaran dilandaskan pada usaha dalam memberdayakan siswa untuk; (1) mengenal masalah, (2) mendefinisikan masalah, (3) memecahkan masalah, dan (4) membuat keputusan. Kesemua kegiatan tersebut dilaksanakan dalam kelompok kooperatif.
  • peneliti utama dan anggota peneliti membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar/metode belajar tersebut diaplikasikan di dalam kelas; lembar observasi tersebut meliputi, (1) chek list pembelajaran inkuiri, (2) chek list pembelajaran kooperatif, selain itu pula disiapkan alat-alat pengumpul data yang lain seperti kamera, tape recorder, handy cam, buku catatan untuk mencatat temuan-temuan penelitian yang tidak teridentifikasi oleh lembar observasi yang dibuat sebelumnya.
  • peneliti utama dan anggota peneliti membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka mengoptimalkan ketrampilan siswa dalam berkomunikasi dan berpikir kritis, misalnya, alat peraga, bahan/alat praktik dan lembar kerja (work sheet) siswa yang mendukung kegiatan inkuiri siswa.
  • peneliti utama dan anggota peneliti mendesain dua alat evaluasi untuk melihat; (1) apakah ketrampilan berkomunikasi siswa sudah dapat ditingkatkan, (2) apakah ketrampilan berpikir kritis siswa sudah dapat ditingkatkan. Alat evaluasi yang dikembangkan untuk mengetahui ketrampilan berkomunikasi siswa berupa daftar assessment tugas kinerja dalam membuat tabel data dan mempresentasikan data. Sedangkan alat evaluasi yang dikembangkan untuk mengetahu kemampuan berpikir kritis siswa berupa tes analisis, sintesis dan evaluasi.
  • Peneliti utama dan anggota peneliti secara bergantian melakukan simulasi kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode inkuiri dalam kelompok kooperatif, guna memperoleh model yang paling ideal sebelum diimplementasikan dalam tahap pelaksanaan tindakan. Observer kegiatan ini adalah semua anggota peneliti.
Tahap II. Pelaksanaan Tindakan
Pada dasarnya pada kegiatan ini adalah tahap pelaksanaan dari skenario pembelajaran yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Secara garis besar kegiatan tersebut adalah sebagai berikut;
  • guru dibantu dosen mengadakan pre-tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa
  • guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengajukan pertanyaan secara lisan yang memancing curiosity siswa sehingga diharapkan pada diri siswa lahir pertanyaan-pertanyaan "apa, mengapa, bagaimana, dan bagaimana jika." terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
  • guru memberi penjelasan singkat tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa selama kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
  • guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil masing-masing beranggotakan 4 orang siswa. Pembagian kelompok ini mengacu pada model kelompok kooperatif yang menuntut kelompok heterogen dalam segala hal yang mungkin teridentifikasi, misal kemampuan akademik, jenis kelamin, asal daerah, etnis, agama, dan lain-lain. Dosen dan anggota peneliti yang lain sebagai observer.
  • guru mendistribusikan LKS (Lembar Kerja Siwa), alat peraga, bahan praktik, dan bahan-bahan lain penunjang kegiatan inkuiri siswa. Siswa melakukan kegiatan inkuiri dan diskusi secara berkelompok sesuai dengan petunjuk dalam LKS baik di dalam atau di luar kelas. Guru, dosen dan anggota peneliti yang lain membantu membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan tersebut.
  • Siswa melaporkan kegiatan kerja kelompoknya dan ditanggapi oleh kelompok lain secara klasikal, Guru membimbing siswa menarik kesimpulan materi yang dipelajari, dosen dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat salah satunya mengamati ketrampilan berkomunikasi pada aspek mempresentasikan data.
  • Selama pelaksanaan pembelajaran guru dan anggota peneliti sekaligus mengadakan pengamatan terhadap kegiatan siswa.
  • Guru mengadakan post-tes ketrampilan berpikir kritis dan ketrampilan berkomunikasi aspek membuat tabel data untuk siklus pertama.
Tahap III Pengamatan Tindakan
  • Selama proses pembelajaran berlangsung observer (dosen dan dua anggota peneliti lainnya) melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa dan guru dengan menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan sebelumnya (chek list pembelajaran inkuiri, chek list pembelajaran kooperatif, daftar assesment tugas kinerja ketrampilan berkomunikasi). Temuan-temuan selama penelitian yang tidak terakomodasi dalam lembar observasi ditulis dalam catatan-catatan lapangan, dan rekaman kamera.
  • Semua anggota peneliti (guru dan dosen) merangkum hasil pemantauan dan hasil pre-tes dan pos-tes yang dilakukan pada siklus I untuk memudahkan dalam merefleksi tindakan.
Tahap IV Evaluasi dan Refleksi Tindakan
Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus pertama, peneliti utama bersama dua anggota peneliti lainnya (guru biologi) secara bersama-sama mengkaji dan membahas hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Bila diketemukan kendala-kendala, maka dicari alternatif pemecahanya secara bersama-sama antar anggota peneliti, kemudian alternatif pemecahan masalah tersebut akan dijadikan dasar dari revisi perbaikan-perbaikan pembelajaran di dalam kelas. Hasil revisi perbaikan-perbaikan ini akan dituangkan dalam perencanaan tindakan pada siklus ke II.

Siklus II
Pelaksanaan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I. Pada siklus II lebih mengacu pada mengoptimalkan hasil refleksi pada siklus I

Tahap 1 Perencanaan Tindakan
  • Mempelajari hasil refleksi pada siklus I yang merupakan dasar perbaikan dalam melakukan tindakan pada siklus II
  • Pada perencanaan tindakan persiapan guru sama dengan siklus I tetapi pokok bahasan yang disajikan berbeda yaitu ‘komponen-komponen/tingkat tropik dan aliran energi dalam rantai makanan’, serta revisi perbaikan pembelajaran hasil dari refleksi tindakan pada siklus I.
Tahap 2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I, tetapi berbeda dalam materi atau sub konsep, ditambah dengan perbaikan atau revisi sesuai dengan hasil refleksi pada siklus I

Tahap 3. Pengamatan Tindakan
Kegiatan pengamatan tindakan tidak jauh berbeda seperti yang telah dilakukan pada siklus I, kegiatan pengamatan dilakukan mulai awal sampai akhir tindakan pada siklus ke II

Tahap 4. Evaluasi dan Refleksi Tindakan
Prosedur kegiatan refleksi pada siklus II pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada siklus I, yaitu refleksi dilakukan untuk melihat kekurangan-kekurangan pada siklus ke II, hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tindakan pada siklus selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Deskripsi Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ‘obat’ untuk memperbaiki kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri yang diintegrasikan (dipandu) strategi kooperatif sederhana (STAD). Pengintegrasian kedua strategi ini dimungkinkan karena sintaks diantara keduanya tidak bertentangan, sehingga hasil perpaduan ini menjadi penerapan kegiatan pembelajaran inkuiri di dalam kelompok kooperatif, artinya siswa melakukan kegiatan inkuiri di dalam kelompok kooperatif. Pengintegrasian inkuiri dengan kelompok kooperatif, dimaksudkan untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan berkomunikasi, dimana kedua strategi tersebut telah teruji secara empirik untuk kepentingan tersebut.

Dalam penerapan pemaduan kedua strategi tersebut peneliti mencoba ‘menjaga’ keterlaksanaan gabungan sintaks dengan membuat lembar observasi pembelajaran. Hasil implementasi gabungan strategi tersebut dalam usahanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ketrampilan berkomunikasi akan dipaparkan sebagai berikut:

Tabel. 1 Data Hasil Penelitian Ketrampilan Berkomunikasi Tiap Siklus

No SIKLUS I SIKLUS II
Rt2 T.id T.kl T.kl.id Rt2 T.d T.kl T.kl.id
1 69.07 70.0 69.07% >79.0% 72.76 70.0 89.47% >79,0%

Tabel. 2 Data Hasil Penelitian Ketrampilan Berpikir Kritis Tiap Siklus

No SIKLUS I SIKLUS II
Rt2 T.id T.kl T.kl.id Rt2 T.d T.kl T.kl.id
1 67.1 70.0 50% >70% 71.71 70.0 81.57% >79%

Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata ketrampilan berkomunikasi dan berpikir kritis dari siklus ke siklus menunjukkan peningkatan, dari nilai rata-rata pada siklus I 69.07 dengan tingkat ketuntasan kelas 69.07% untuk ketrampilan berkomunikasi meningkat menjadi rata-rata 72,76 dengan tingkat ketuntasan kelas sebesar 89,47 pada siklus II. sedangkan untuk kemampuan berpikir kritis fenomena serupa juga terjadi dari nilai rata-rata 67.1 dengan ketuntasan kelas 50% pada siklus I meningkat menjadi nilai rata-rata 71,71 dengan tingkat ketuntasan kelas 81,57%. Hal ini berarti indikator ketuntasan yang telah ditetapkan telah terlampaui (70 nilai rata-rata nilai individu, dengan ketuntasan klasikan lebih besar atau sama dengan 80%) pada saat siklus II, hal ini berarti tindakan dihentikan pada siklus II ini.

Pembahasan
Hasil temuan ini dapat dijelaskan sebagai berikut; bahwa pembelajaran inkuiri dipadu dengan model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa melakukan kegatan menemukan dan menginvestiagasi sain dalam kelompok kooperatif, keadaan ini berakibat siswa terlibat langsung dalam menemukan dan memahami konsep-konsep pelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka, di satu sisi penggunaan pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan sosialnya termasuk kemampuan siswa berkomunikasi mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan.

Uraian di atas sejalan dengan pendapat Phillips (2002), mengemukakan inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran dengan strategi ini sangat terintegrsi meliputi penerapan proses sains yang menerapkan proses berpikir logis dan berpikir kritis. Oates (2002) mengemukakan penerapkan strategi inkuiri sains dalam pembelajaran menyebabkan siswa tidak hanya tahu menggunakan sains, melainkan juga memahami dengan benar apa sains tersebut. Anhern (1999) mengemukakan inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses, menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dengan memecahkan berbagai permasalahan.
Selaian didukung dengan teori rupanya uraian di atas juga didukung dengan temuan hasil-hasil penelitian di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Pujiastutik (2002) melalui studi ekperimentalnya menyatakan bahwa penggunaan metode inkuiri secara sangat signifikan lebih efektif dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa di SMP Laboratorium Univ. Negeri Malang.

Sedangkan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dalam kaitanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ketrampilan proses sains tidak perlu diragukan lagi, banyak teori dan hasil penelitian yang mem-backup argumen di atas diantaranya ungkapan Ellis and Fouts (1993); Lawrence and Harvey (1998); Lord (2001) yang kesemuanya menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. Pembelajaran kooperatif, dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, sehingga kelompok bawah ini mendapat bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberikan pelayanan. Sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam suatu materi pelajaran tertentu. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting dari pembelajaran kooperatif adalah terbentuk sikap menerima adanya perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini didukung oleh Lord (2001) dan Dumas (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan di masyarakat dalam budaya yang sangat beragam. Hal ini didukung oleh Lord (2001); Dumas (2003); Tejada (2002) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial.

Temuan lain tentang pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh Slavin dalam Ibrahim (2001) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar dilakukan pada semua tingkatan sekolah dan kelas pada beberapa mata pelajaran dan dilaksanakan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan terdapat 37 diantaranya menunjukkkan bahwa kelas kooperatif cenderung menghasilkan hasil belajar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ibrahim (2000) yang berjudul “Modeling Pembelajaran Kooperatif” melaporkan 80% siswa merasa senang dan mengikuti pembelajaran berikutnya, Siswa antusias bekerja dalam kelompok, mengambil alih giliran dan berbagi tugas mencapai 87%, berarti pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar.

PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat dibuat kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut; Penggunaan model pembelajaran inkuiri melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi siswa. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: dalam rangka pemberdayaan bernalar siswa, guru hendaknya menerapkan dan mencoba mengintergrasikan berbagai meodel pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Anhern, R, 1999. Appliying Inguiry-Based and Cooperative Group Learning Strategies to Promote. Journal College Science Teacher. XVIII (3): 207

Carin, A, 1993. Teaching Modern Science. New York. Macmillan Publishing Company

Dahar, Ratna Wilis, 1988. Teori-Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen DIKTI PPLPTK: Jakarta.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Grasindo: Jakarta.

Guy, Mark, D dan Wilcox, Jackie, 1999. Inquiry Investigation. Journal The Science Teacher. 36. (3): 50

Haekett, Jay. 1998. Inquiry Both Means and Ends. Journal The Science Theacher. 65 (7): 25
I
brahim, Muslimin. 2001. Apa yang dikatakan oleh Peneliti Tentang Modelling Pembelajaran Kooperativ. Jurnal MIPA dan Pengajarannya, 30 (1): 33-43

McNiff, Jean. 1992. Action Research: Principles and Practice. Routledge Falmer: London
Susanto, Pudyo. 1999. Strategi Pembelajaran Biologi. Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang
Susilo, H. 2002. Kerja Ilmiah: Komunikasi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

Implementasi Pendekatan Kontekstual Melalui Strategi 4E untuk Meningkatkan Kemampuan Koqnitif Bloom Domain Comprehension dan Aplication

Oleh:
Eni Titikusumawati

Abstract: The problem which is investigated in this research is the implementation of the contextual teaching and learning approach with 4E strategy toward improving kognitif Bloom ability (domain comprehension and aplication) of the Calculus 2 in Mathemantcs student STKIP Hamzanwadi is not optimal yet, that caused the lowness of study result. The subject of this research is the students of mathematics on the STKIP Hamzanwadi Selong. The implementation of this research is conducted in the form of model design implementation. In several cycles stimulatingly each cycle is the basic to revise the next cycle.
There were 3 cycle implemented during 8 months, it’s known that in the third cycle (the last) the evidence has shown that there was an optimal change relate to the indicator of the success ness is 75% the students get the grade over 7.0. The result of the evidence showed that in the cycle I, 2.5% students, cycle II 55% students, cycle III 80% the students get the grade over 7.0.
This showed that there is significant improvement from cycle to cycle. Therefore the use of contextual teaching and learning approach with 4E Startegy can improve the study result of the students.

Key Word: Contextual Teaching and Learning Approach, 4E Strategy

Diangkat Dari: Penelitian Dosen Muda Sumber Dana DP2M Dikti Jakarta


PENDAHULUAN
Belajar merupakan pemrosesan informasi oleh mahasiswasiswa. Prosesnya melalui persepsi, penyimpanan informasi, dan pemanfaatan kembali informasi tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Belajar merupakan kegiatan aktif mahasiswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian dosen, perlu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Selain itu seorang dosen bertanggung jawab pula untuk ‘menciptakan’ situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab mahasiswa untuk belajar sepanjang hayat.

Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa mahasiswa merupakan ‘aktor utama’ dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain pemahaman konsep mahasiswa terhadap matakuliah tergantung sepenuhnya pada diri mahasiswa, mereka harus dapat memanfaatkan situasi yang diciptakan dosen yang berperan sebagai fasilitator. Dosen sebagai fasilitator mutlak harus menguasai metode/teknik pembelajaran yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

Penentuan metode/teknik mengajar yang akan digunakan harus senantiasa diawali dari situasi real (nyata) di dalam kelas. Bila situasi dan suasana di dalam kelas berubah maka metode/tekhnik mengajar pun juga harus berubah. Karena itulah seorang dosen sebagai ”pengendali” kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus menguasai dan tahu kelebihan dan kekurangan beberapa macam metode pengajaran dengan baik, sehingga dosen mampu memilih dan menerapkan metode pengajaran yang dinilai paling efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Perubahan situasi dan tujuan pembelajaran di dalam kelas memerlukan kepekaan dosen, artinya seorang dosen harus mampu mendiagnosis masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu dosen juga dituntut mampu menganalisis dan mendeskripsikan penyebab dari masalah tersebut serta mampu memilih metode yang paling tepat untuk digunakan memecahkan masalah tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha berangkat dari hal-hal yang telah diuraikan di atas. Lokasi penelitian dipilih STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur NTB dengan pertimbangan di lokasi ini tempat peneliti mengabdi, selain itu karena peneliti mengabdi di sana, maka diharapkan peneliti tahu banyak tentang bagaimana kondisi mahasiswa yang diajarnya. Sehingga peneliti beranggapan banyak permasalahan-permasalahan pembelajaran yang mendesak untuk segera dipecahkan di kelas-kelas dimana peneliti mengajar.

Peneliti perlu melakukan observasi awaldan melakukan diskusi bersama tim peneliti yang lain guna mencari masukan tentang permasalahan-permasalahan pembelajaran pada matakuliah kalkulus II. Berdasarkan hasil diskusi dengan tim peneliti disepakati bersama bahwa permasalahan pembelajaran pada matakuliah kalkulus II yang segera ditangani difokuskan pada pokok bahasan Anti turunan (Integral) pada mahasiswa angkatan 2006/2007 offring 03 B karena kelas ini dinilai paling “bermasalah’ bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lain. Setelah dipilih kelas 03 B dosen sebagai peneliti utama melakukan diskusi dengan anggota tim peneliti mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran, selain itu anggota peneliti juga mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas selama beberapa kali pertemuan, untuk melihat kondisi sebenarnya di dalam kelas. Berdasarkan pengamatan langsung di dalam kelas dan proses diskusi dengan tim peneliti, dosen bersama anggota peneliti yang lain mendiagnosis bersama permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran di dalam kelas serta menganalisis akar masalahnya serta mencoba sharing ide guna mencari alternative pemecahan masalah yang dianggap paling tepat, efektif dan efisien.

Dari hasil kegiatan observasi awal dan proses diskusi dengan tim peneliti yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai kelemahan yang hampir sama yaitu, (1) sebagian besar mahasiswa mempunyai nilai yang sangat rendah untuk matakuliah Kalkulus II khususnya materi Anti Turunan atau Integral (2) mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan ide-ide pokok matakuliah Kalkulus II, data ini ditunjang dengan nilai hasil belajar matakuliah Kalkulus II, mahasiswa yang cenderung sangat rendah, (3) Mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar khususnya konsep Intetgral, (4) mahasiswa cenderung berlaku multiple D (datang, duduk, dengar, diam) sehingga kegiatan pembelajaran di dalam kelas cenderung pasif dan berlangsung satu arah (teacher centre), (5) mahasiswa cenderung bersifat individual kurang bisa bekerja dalam kelompok (team work).

Kelima kelemahan mahasiswa di atas berdasarkan hasil diskusi dosen (baca peneliti utama) dengan anggota peneliti diduga berasal dari akar masalah sebagai berikut; (1) pada umumnya sebagian besar dosen lebih menekankan pada strategi pembelajaran teacher centre yaitu strategi yang menekankan pembelajaran berpusat pada guru, sehingga hal ini menyebabkan tidak “teraktifkannya” potensi dan kemampuan mahasiswa dengan maksimal, mahasiswa hanya sebagai pendengar, seperti botol kosong yang dituangi air. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, selain itu hal ini akan mengakibatkan hasil belajar mahasiswa menjadi rendah, karena mereka kurang dilibatkan dalam membangun konsep sendiri (2) materi pelajaran yang cenderung hafalan menyebabkan mahasiswa tidak tahu relevansi materi matakuliah yang ia pelajari dengan kehidupan sehari-harinya sehingga materi matakuliah hanya ada dalam angan-angan (utopia) tanpa bisa diterapkan dalam dunia nyata dan kehidupan sehari-hari mereka, sehingga motivasi mahasiswa untuk ”tahu” menjadi menurun. (3) model pembelajaran yang klasikal kurang menekankan bekerja dalam kelompok hal ini pada giliranya akan menyebabkan mahasiswa kurang terampil bekerja dalam kelompok. Atau seandainya mereka bekerja dalam kelompok biasanya hanya bekerja dalam kelompok yang anggotanya mereka pilih sendiri atau anggotanya dipilihkan oleh dosen secara acak tanpa mempertimbangkan keheterogenan mahasiswa.

Pada gilirannya ketiga akar masalah di atas akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika khususnya konsep peluang mahasiswa . Oleh sebab itu ketiga permasalahan ini mendesak untuk secepatnya dipecahkan oleh dosen.

Berdasarkan diagnosis dan akar masalah dari kelemahan mahasiswa STKIP Hamzanwadi Selong di atas, maka dosen peneliti utama dan anggota peneliti mendiskusikan langkah-langkah pemecahan masalah yang dianggap paling tepat yaitu; untuk mengatasi permasalahan rendahnya motivasi, hasil belajar, kurang terampilnya mahasiswa berkomunikasi (bekerja sama dalam team work), kecenderungan mahasiswa berlaku pasif dalam kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan hasil diskusi antara anggota tim peneliti, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu perlu adanya strategi pembelajaran yang lebih banyak ‘memberdayakan’ mahasiswa (strategi pembelajaran yang student centre), serta strategi pembelajaran yang tidak hanya ‘urusan’ transfer ilmu pengetahuan belaka, tetapi juga memperhatikan relevansi matakuliah terhadap kehidupan sehari-hari mahasiswa, sehingga motivasi mahasiswa dalam belajar menjadi lebih meningkat. Selain itu pembelajaran ini juga harus mampu melatih mahasiswa belajar dalam team work. Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dianggap mampu mengatasi semua kelemahan mahasiswa di atas adalah pembelajaran kontekstual.

Dipilihnya pembelajaran kontekstual untuk memecahkan masalah di atas, karena pembelajaran kontekstual telah teruji keunggulannya baik terhadap hasil belajar maupun terhadap aspek lain seperti psikomotorik dan afektif. Hal tersebut didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamengko (2002) yang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memungkinkan peserta didik terlibat secara langsung dalam memahami konsep-konsep mata pelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perserta didik yang meliputi pengetahuan (produk), respon mahasiswa dalam proses pembelajaran (proses) dan kinerja, serta kerja sama dalam kelompok.

Hal senada juga juga dinyatakan oleh Susilo (2001) yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran kontekstual peserta didik dapat berlatih menekankan keterampilan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, berlatih mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari berbagai sumber, dan dari berbagai sudut pandang. Selain itu menurut Nurhadi (2002) pembelajaran kontekstual membantu pendidik dan peserta didik mengkaitkan konten (isi) mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, hal ini tentunya akan memotivasi mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang ia dapatkan di kelas dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik sehingga secara langsung akan berkorelasi terhadap hasil belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas sebagai upaya meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran pada mahasiswa STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur NTB khususnya mahasiswa offring 03 B peneliti merasa perlu melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Pendekatan Kontekstual Melalui Strategi 4E untuk Meningkatkan Kemampuan Koqnitif Bloom Domain Comprehension dan Aplication pada Matakuliah Kalkulus II’.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses dan hasil penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matakuliah Kalkulus II dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar mahasiswa offring 03 B STKIP Hamzanwadi Selong Kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa Tenggara Barat.

Dengan adanya penelitian ini temuanya diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa terutama dalam mengeleminasi kesulitan dalam belajar matematika, karena pembalajaran ini secara teoritis dapat menumbuhkan minat belajar dan kebermaknaan belajar, sedangkan bagi dosen temuan penelitian ini diharapakan sebagai bahan masukan mengenai model dan strategi pembelajaran kontekstual yang ideal, sehingga pada akhirnya diharapakan dihasilkan perbaikan mutu pengajaran di Kampus.

PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research), Dalam rancangan penelitian ini sejumlah 40 mahasiswa offring 03 B STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur ditetapkan sebagai subjek penelitian. Penentuan kelas ini ditentukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal antara peneliti utama dengan anggota pada matakuliah Kalkulus II. Dimana berdasarkan hasil observasi awal tersebut didapatkan data bahwa permasalahan pembelajaran matakuliah Kalkulus II jatuh pada offring 03 B angkatan 2006/2007. Pada kelas ini dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual yang diperkuat (dikelola) dengan model pembelajaran 4E Martin (Eksplorasi, Eksplansi, Ekspansi, dan Evaluasi).

Instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian ini terdiri dari (1) daftar chek pembelajaran kontekstual, (2) daftar chek pembelajaran 4E, (3) daftar asesment partisipasi mahasiswa, (4) Format umpan balik mahasiswa terhadap pembelajaran, dan (5) test hasil belajar. Semua instrumen di atas sebelum digunakan dilakukan ujicoba kepada mahasiswa bukan responden yang mempunyai kemiripan dengan responden untuk mengetahui validitas instrumen, reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran soal, dan daya beda soal. Setelah didapatkan instrumen yang valid dan reliabel instrumen siap digunakan untuk menjaring data.
Implementasi penelitian ini direncanakan dalam bentuk implementasi rancangan model pada beberapa siklus yang terkait secara simultan. Setiap siklus merupakan dasar bagi perbaikan siklus berikutnya. Selama 8 bulan dilaksanakan 3 siklus, setiap siklus dengan rincian tahapan kegiatan sebagai berikut;

Tahap Perencanaan
Pada tahap ini langkah-langkah yang ditempuh ialah;
  • pemberian pembekalan kepada anggota tim peneliti tentang implementasi pembelajaran kontekstual di dalam kelas
  • peneliti utama (dosen) bersama-sama anggota peneliti (dosen) menentukan tujuan pembelajaran.
  • Peneliti utama (dosen) bersama-sama anggota peneliti (dosen) merancang dan menyusun desain/scenario pembelajaran kontekstual yang memungkinkan mahasiswa memahami sub pokok bahasan I dengan menggunakan model skenario pembelajaran konstruktivisme 4 E oleh Martin, penyusunan skenario pembelajaran dilandasi oleh tujuh (7) komponen pembelajaran kontekstual (inquiry, konstruktivisme, bertanya, modelling, learning comunity, refleksi, autentic assesment) .
  • Peneliti utama (dosen) bersama-sama anggota peneliti (dosen) menyiapkan alat peraga, bahan/alat praktik dan lembar kerja (work sheet) mahasiswa yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran.
  • Menyiapkan lembar observasi yang akan digunakan oleh pengamat pada saat pelaksanaan tindakan (lembar observasi ini meliputi daftar chek list pembelajaran kontekstual dan lembar chek list pembelajaran 4 E oleh Martin (eksplorasi, ekplanasi, ekspansi, evaluasi), daftar chek list aktivitas mahasiswa selama pembelajaran, serta angket umpan balik kegiatan pembelajaran oleh mahasiswa sebagai objek penelitian), selain itu pula disiapkan alat-alat pengumpul data yang lain seperti kamera, catatan anecdot untuk mencatat temuan-temuan penelitian yang tidak ter-cover oleh lembar observasi standard sebelumnya.
  • Anggota peneliti (dosen) menjadi observer terhadap peneliti utama yang malakukan microteaching (simulasi) dengan guna memperoleh ‘model’ pembelajaran kontekstual yang dianggap paling tepat sebelum dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan tindakan di dalam kelas.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini langkah-langkah yang ditempuh ialah;
  • Dosen dibantu anggota peneliti mengadakan pre tes
  • Dosen memberi motivasi kepada mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan secara lisan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan untuk mengeksplorasi bekal awal mahasiswa dalam belajar, anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat
  • Dosen memberi penjelasan singkat tentang kegiatan yang akan dilakukan, dan anggota peneliti yang lain sebagai pengamat
  • Dosen membagi kelas atas beberapa kelompok mahasiswa secara heterogen (baik dalam hal kemampuan, jenis kelamin, suku, agama, dll) (5 orang mahasiswa), dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat
  • Dosen membagikan work sheet (lembar kerja) dan alat peraga dan bahan yang berisi tentang serangkaian kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa untuk menemukan sendiri ‘benang merah’ pokok bahasan yang dipelajari, dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat
  • Mahasiswa melakukan kegiatan secara berkelompok sesuai petunjuk work sheet tersebut, dosen (peneliti utama), dan anggota peneliti yang lain saling membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa selama kegiatan tersebut.
  • Setelah melakukan kegiatan berkelompok, mahasiswa mendiskusikan hasil temuan pekerjaannya di kelas. Dosen dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat, Peneliti utama membimbing diskusi mahasiswa
  • Dosen membimbing diskusi mahasiswa dalam menemukan ‘pola/ rumus’ yang efektif dan efisien untuk mengerjakan sebuah permasalahan konsep integrfal, dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat.
  • Dosen membimbing mahasiswa menarik kesimpulan materi yang dipelajari, dan anggota peneliti yang lain berperan sebagai pengamat
  • Sebagai tindakan ekspansi (pemantapan) peneliti utama membimbing mahasiswa mengkaitkan konsep yang baru ia pelajari dengan kehidupan nyata sehari-hari mahasiswa yang berkaitan dengan konsep integral.
  • Dosen meminta mahasiswa mengadakan refleksi (penilaian diri) terhadap pelajaran yang baru dipelajari dengan mengisinya pada jurnal belajar yang telah disiapkan oleh mahasiswa sebelumnya, serta memberikan masukan mengenai perbaikan pembelajaran untuk pertemuan yang baru saja dilaksanakan dengan cara mengisi angket umpan balik mahasiswa mengenai kegiatan belajar mengajar yang baru dialami oleh mahasiswa.
  • Peneliti utama bersama tim mengadakan tes untuk materi siklus I

Tahap Pengamatan
Pada tahap ini langkah-langkah yang ditempuh ialah;
  • Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengadakan pengamatan terhadap kinerja mahasiswa dengan menggunakan pedoman observasi aktifitas mahasiswa yang dibuat terlebih dahulu oleh ketua peneliti bersama dengan semua anggota peneliti. Temuan-temuan yang tidak ter-cover dalam lembar observasi ditulis dalam catatan anecdot. Peneliti utama (dosen) dan anggota peneliti yang lain mengadakan pengamatan terhadap aktivitas mahasiswa melalui lembar observasi aktivitas mahasiswa, juga mengamati pengajaran dosen dengan menggunakan format chek list pengajaran kontekstual dan format chek list 4E Martin yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini berguna untuk memberikan masukan perbaikan pembelajaran dosen untuk silkus selanjutnya.
  • Semua team peneliti mengadakan pemantauan terhadap semua kegiatan mahasiswa selama pembelajaran
  • Semua anggota peneliti merangkum hasil tes dan hasil observasi yang dilakukan pada siklus I untuk memudahkan dalam merefleksi tindakan.

Tahap Refleksi Tindakan
  • Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus I, peneliti utama dan semua anggota peneliti mengkaji dan membahas hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan berdasarkan standard keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (pengajaran dikatakan berhasil apabila 75% dari seluruh mahasiswa mendapat nilai 7.0 ke atas). Bila ditemukan kendala-kendala dan permasalahan-permasalahan, maka semua anggota peneliti berdasarkan hasil pengamatan (observation) yang telah dilakukan selama pelaksanaan tindakan mencoba sharing ide untuk mencari solusi pemecahan permasalahan-permasalahan tersebut, kemudian solusi-solusi tersebut akan dijadikan dasar dari revisi perbaikan-perbaikan pembelajaran di dalam kelas yang kemudian hasil revisi perbaikan-perbaikan ini akan dituangkan dalam perencanaan tindakan untuk siklus berikutnya.
  • Keseluruhan data yang telah diperoleh, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Proses analisis data secara kualitatif, sebagaimana dikemukakan Muhajir (1990) dilakukan berdasarkan analisis perbandingan data hasil yang terhimpun yang disimpulkan secara induktif-konseptual, dengan memperhatikan tahapan reduksi data, pengorganisasian atas data, dan interpretasi data. Data hasil keseluruhan siklus disusun dan ditabulasikan sesuai dengan tingkat ketercapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pada tahap ini peneliti akan memilah data sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Data yang telah dipilah, kemudian dideskripsikan sehingga dapat bermakna dan mudah dipahami. Hasil deskripsi disimpulkan dan disesuaikan dengan indikator kinerja penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penggunaan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran dimana pengelolaan pembelajarannya dengan menggunakan model 4E oleh martin. Selama pembelajaran peneliti berusaha mengacu kepada pemenuhan tujuh komponen pembelajaran kontekstual (konstruktivisme, inkuiri, learning comunity, modeling, questioning, refleksi dan autentic asessment) yang dintegrasikan dalam tahap-tahap pembelajaran 4E (eksplorasi, eksplanasi, ekspansi, evaluasi). Hasil dari pelaksanaan tiap siklus dipaparkan sebagai berikut;

Siklus I
Siklus I berlangsung selama 6 x 50 menit yang terdiri dari 3 kali pertemuan. Pada pertemuan 1 dengan materi Integral Tak tentu, suasana kelas tampak belum terbiasa dengan pola belajar secara kelompok, apalagi proses diskusi dan presentasi. Hal ini disebabkan matakuliah tersebut sangat jarang dijadikan pembelajaran secara kelompok apalagi kemudian dipresentasikan. Mahasiswa masih banyak yang bersikap pasif, hanya 2 kelompok saja yang tampaknya bisa mengutarakan pendapat dengan baik karena 2 kelompok tersebut masing-masing ketua kelompoknya adalah mahasiswa terpandai di kelas.

Hal yang mengejutkan terjadi pada pertemuan ke-2, dengan materi Persamaan Diferensial. Hampir 70% siswa sudah mulai bisa mengikuti jalannya diskusi baik pada masing-masing kelompok maupun pada diskusi kelas. Kerjasama kelompok juga mulai bisa berjalan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena dosen mengubah sistem penilaian, yaitu ada nilai bonus yang diberikan kepada kelompok yang memperoleh rata-rata nilai minimal 7,5. Dari nilai pre tes diperoleh ada 2 kelompok yang memperoleh nilai masih di bawah standar ketuntasan yang ditetapkan.

Pada pertemuan ke-3, agar hasil yang diperoleh semakin baik, dosen membagi adanya kelompok ahli, yang terdiri dari ketua dari masing-masing kelompok dan kelompok besar yang tersiri dari anggota masing-masing kelompok. Kelompok ahli ini bertugas sebagai tutor sebaya, untuk mengantisipasi adanya mahasiswa yang kurang bisa mengutarakan permasalahn yang dihadapi kepada dosennya. Diharapkan jika mereka bertanya dan dijelaskan oleh teman sebayanya sendiri mereka tidak ada rasa ‘sungkan’ lagi.

Hasil pos tes yang diadakan setelah pertemuan 3 diperoleh 2,5% mahasiswa memperoleh nilai 7.0 dan dinyatakan mereka sudah tulntas belajar, sedangkan sisanya mendapat nilai di bawah 7.0 sehingga mereka dinyatakan belum tuntas belajar. Masih ada sekitar 87.5% mahasiswa yang belum tuntas, dan mahasiswa inilah yang nantinya harus mendapat perhatian lebih dari dosen pada pembelajaran siklus II. Dosen menyarankan agar semua tugas bisa selesai tapat pada waktunya, mahasiswa harus membagi tugas dalam kelompoknya masing-masing, sehingga semua anggota kelompok bisa bekerja dengan baik.

Dari pengalaman pada siklus I ini tim peneliti dapat menyimpulkan, bahwa keaktifan mahasiswa belum menjamin bahwa mereka telah memahami apa yang mereka diskusikan tersebut. Hal ini terbukti keaktifan mahasiswa muncul mulai pertemuan ke-2, tetapi pada hasil pos tes hanya 2.5% mahasiswa saja yang dinyatakan tuntas.

Siklus II
Terdapat 35 mahasiswa yang dinyatakan belum tuntas pada siklus I, dengan kondisi yang seperti ini dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran pada siklus 1 dapat dinyatakan belum berhasil. Oleh karena itu kelompok tidak dirombak. Pertemuan 1 membahas tentang Pendahuluan Luas. Sebelum masuk pada materi pelajaran dosen mengadakan pre tes untuk materi pendahuluan luas, tujuannya selain untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi yang akan mereka pelajari pada pertemuan ini. Mahasiswa bersimulasi dalam masing-masing kelompoknya. Dengan diskusi dan tanya jawab aktif mahasiswa dibimbing untuk menemukan sendiri jawabannya.Materi Integral Tentu dimulai dosen dengan membagikan worksheet kepada mahasiswa untuk selanjutnya mereka berdiskusi dengan masing-masing kelompoknya.

Hasil pos tes pada siklus II diperoleh 55% mahasiswa mendapat nilai di atas 7.0, jadi sekitar 23 mahasiswa dinyatakan tuntas belajar. Sedang sisanya masih dinyatakan belum tuntas belajar. Dosen memberikan tugas baru pada seluruh mahasiswa untuk merangkum materi yang akan dipelajari selanjutnya, dari sini diharapkan mahasiswa sudah benar-benar membaca dan tahu intisari dari apa yang dipelajari.

Siklus III
Mahasiswa yang belum tuntas pada siklus II masih ada sekitar 17 mahasiswa, terlalu besar jika dijadikan dalam 1 kelompok. Oleh karena itu mereka dikelompokkan dalam 3 kelompok dengan ketua kelompok tetap diambil dari kelompok dengan rata-rata tertinggi. Ada 3 materi yang akan dipelajari pada pertemuan 1, 2, dan 3 masing-masing adalah:Luas Daerah Bidang Rata; Volume Benda dalam Ruang: metode Lempeng, Cakram, dan Cincin; Volume Benda Putar:metode Kulit Tabung. Mungkin disebabkan semua mahasiswa sudah terbiasa bekerja dalam kelompok dan juga sudah terbiasa mengeluarkan pendapat jadi muncul banyak pertanyaan baik pada pertemuan 1, 2, maupun 3.Proses diskusi menjadi semakin aktif, dan ini menunjukkan mahasiswa sudah dapat mengeluarkan pendapat yang diharapkan tingkat pemahamannya juga meningkat..

Tingkat ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus III mencapai 80% atau sebanyak 32 orang mahasiswa dari 40 mahasiswa memperoleh nilai di atas 7.0. Hasil ini berarti lebih besar dari syarat yang ditentukan yaitu 75% dari jumlah total kelas. Hanya 20 % mahasiswa yang belum tuntas, dan itupun nilai yang dicapai oleh mereka di atas 50. Karena ketuntasannya sudah mencapai lebih dari 75% maka proses pembelajaran ini sudah dianggap berhasil.

Pembahasan
Hasil analisis pada setiap siklus menunjukkan ada kemajuan tentang hasil belajar konsep Anti Turunan (Integral) oleh mahasiswa offring 03 B STKIPN Hamzanwadi Selong angkatan 2006/2007 Kabupaten Lombok Timur NTB. Hal ini terlihat pada perolehan hasil pos tes mahasiswa dari siklus I, siklus II, dan siklus III yang telah diuraikan pada sub bab paparan data hasil penelitian sebelumnya. Bila dilihat dari ketuntasan belajar mahasiswa secara klasikal berarti bila telah terdapat 75% (penentuan ini berdasarkan Standar Ketuntasanyang telah dimusyawarahkan antara dosen dengan mahasiswa dengan mempertimbangkan faktor esensial, kompleksitas, sarana dan prasarana, dan intake mahasiswa). Merujuk pada ketentuan tersebut pada setiap siklus, ketuntasan belajar klasikal sebesar 2,5% pada siklus I, 55% pada siklus II, dan 80% pada siklus III.

Dari data tersebut di atas terdapat peningkatan hasil belajar konsep Anti Turunan (Integral) yang cukup baik. Peningkatan ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada mata kuliah Kalkulus II dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa offring 03 B angkatan 2006/2007 STKIP Hamzanwadi Selong Lombok Timur NTB.

Hasil temuan ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pembelajaran kontekstual memungkinkan mahasiswa memperoleh dan mengkonstruksi sendiri konsep dengan diajak melakukan dan menemuka sendiri konsep (menemukan matematika dengan berbuat matematika) selain itu pengaitan konsep baru dengan konsep lama yang dimilki oleh mahasiswa ditenggarai membantu mahasiswa mengendapkan konsep lebih lama dalam memori jangka panjang mereka. Seperti dijelaskan oleh (Dahar, 1988) bahwa beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru (baca dosen) untuk membantu mahasiswanya menyimpan konsep dalam memori jangka panjang dengan cara (1) pengulangan, (2) preposisi, yaitu mata kuliah dipahami sebagi gagasan penting, (3) bayangan imagery, mata kuliah akan disimpan dalam memori jangka panjang jika mata kuliah tersebut dicari dan dilakukan sendiri oleh mahasiswa untuk mencari bayangan mental secara konkret, (4) produksi, (5) mengaitkan informasi baru dengan informasi lama. Temuan ini sejalan dengan pendapat Corebima (2002) yang mengemukkan bahwa dengan pendekatan kontekstual memungkinkan peserta didik memperkuat, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan akademik.

Menurut De Lange dalam (Nur 2001) ada dua aspek penting dari pembelajaran matematika yaitu; pertama menekankan pada pengalaman konkret untuk mevalidasi dan menguji konsep matematika abstrak, aspek kedua menekankan pada aspek umpan balik selama pembentukan gagasan matematika (lihat Gambar 2 pada Bab 2 sebelumnya). Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Kolb (1984) yang menyatakan bahwa belajar matematika merupakan proses dimana pengetahuan berupa hasil belajar yang diciptakan sendiri oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa harus aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya.

Menurut Goldin dalam Nur (2001) matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga di dalam pembelajaran matematika harus terlebih dahulu dibangun sendiri oleh mahasiswa dan bukan ditanamkan oleh dosen. Pembelajaran matematika seharusnya menurut Goldin adalah membantu mahasiswa untuk ‘menemukan’ kembali matematika dengan ‘berbuat’ matematika. Oleh karena itu pembelajaran matematika seharusnya berangkat dari ‘karakteristik asli’ matematika itu sendiri, yaitu merupakan seperangkat alat untuk pemeriksaan, penganalisisan, dan peramalan perilaku sistem dunia nyata. Maka seharusnya pembelajaran matematika haruslah dimulai dari situasi masalah nyata yang dapat mereka bayangkan atau paling sedikit memiliki hubungan dengan dunia nyata. Dunia nyata yang dimkasud dalam hal ini, dapat berupa media pembelajaran, model, atau benda nyata yang dapat dimanipulasi. Konsekuensi logis dari penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika adalah meningkatnya hasil belajar.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; penggunaan pendekatan dalam pembelajaran matakuliah Kalkulus II dapat meningkatkan hasil belajar matakuliah Kalkulus II konsep Anti Turunan (Integral) pada mahasiswa offring 03 B angkatan 2006/2007 STKIP Hamzanwadi Selong kabupaten Lombok Timur NTB.

Saran
Dari hasil temuan penelitian dapat disarankan hal-hal sebagai berikut; (1) dalam rangka memberdayakan kemampuan bernalar mahasiswa khususnya pada mahasiswa semester awal, para dosen dapat mempertimbangkan untuk menerapkan pendekatan kontekstual dengan kombinasi kooperatif learning, (2) bagi penelitian lebih lanjut agar dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai keefektifan pendekatan kontekstual melalui kooperatif terhadap kemampuan berpikir lainnya seperti kemampuan evaluasi yang nota bene adalah ketrampilan berpikir yang tertinggi menurut taksonomi Bloom. Sehingga dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembangan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Corebima, 1999. Proses dan Hasil Pembelajaran MIPA di SD, SLTP, dan SMU: Perkembangan Penalaran Siswa tidak Dikelola Secara Terencana (studi Kasus di Malang, Yogyakarta, dan Bandung). Makalah disajikan dalam seminar sehari IMSTEP Project: Meningkatkan Kualitas Pendidikan MIPA untuk Menghadapi Masa Depan, IKIP Bandung, Bandung 11 Agustus 1999.

Dahar, W.R. 1988. Teori-Teori Belajar. Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PPLP Tenaga Kependidikan: Jakarta

Kolb, Da. 1984. Ekperimental Learning. Prentice Hall; Engelewood

Mamengko, D, Akhmad, H dan Effendie. 2002. Penerapan Prinsip-Prinsip Contextual Teaching and Learning Melalui Pendekatan Kooperativ tipe STAD pada Mata Pelajaran Biologi Pokok Bahasan Ekosistem di Kelas I d SLTP Negeri 13 Surabaya. Laporan Penelitian tidak Diterbitkan. Surabaya. Overseas Felloship and Training for Contextual Teaching and Learning Material Development Kerjasama Direktorat SLTP, LAPI-ITB, UNESA, dan University of Washington.

Nur, Muhamad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah disampaikan pada pelatihan TOT guru Mata Pelajaran SLTP dan MTS dari Enam Propinsi Diselenggarakan oleh Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Dirjen Dikdasmen di pusat Pendidikan dan Pelatihan Wilayah IV: Surabaya. 20 Juni-6 Juli 2001
Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). UM Press: Malang.

Susilo, Herawati. 2001. Pembelajaran Konstekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa. Makalah disampaikan pada Seminar Pembelajaran dengan Filosofi Konstruktivisme, 22 September: Jombang